DIKTAT
SISTEM SOSIAL INDONESIA
1. Penggunaaan
sistem dapat dikelompokkan dalam 2 bagian besar yaitu:
a)
Yang
menunjuk kepada sesuatu entitas (wujud benda baik yang bersifat abstrak,
kongkrit maupun yang besifat konseptual). Misalnya: mobil, lembaga, manusia,
alam semesta dll.
b)
Yang
menunjuk sebagai suatu metode kata sistem mempunyai makna metodologik.
Misalnya: sistem investasi, sistem kontrol, sistem permainan dll.
2.
Latar belakang penyajian mata kuliah sistem
sosial Indonesia:
Penyajian mata kuliah sistem sosial Indonesia didorong oleh suatu kebutuhan perlunya suatu gambaran yang menyeluruh tentang masyarakat Indonesia. Pada masa-masa yang lalu pengetahuan tentang masyarakat Indonesia hanya dipelajari secara fragmentaris. Untuk itu sudah waktunya disusun suatu konsep tentang masyarakat kita secar utuh dan bulat yaitu suatu masyarakat Indonesia.
Penyajian mata kuliah sistem sosial Indonesia didorong oleh suatu kebutuhan perlunya suatu gambaran yang menyeluruh tentang masyarakat Indonesia. Pada masa-masa yang lalu pengetahuan tentang masyarakat Indonesia hanya dipelajari secara fragmentaris. Untuk itu sudah waktunya disusun suatu konsep tentang masyarakat kita secar utuh dan bulat yaitu suatu masyarakat Indonesia.
3.
Ada3 hal penting yang perlu diperhatikan
dalam rumusan sistem sosial:
1. Bahwa dalam setiap Sistem Sosial terdapat sejumlah orang dan kegitannya.
2. Orang-orang dan kegiatannya tersebut saling berhubungan secara timbal balik.
3. Hubungan yang bersifat timbal balik tersebut bersifat tetap.
1. Bahwa dalam setiap Sistem Sosial terdapat sejumlah orang dan kegitannya.
2. Orang-orang dan kegiatannya tersebut saling berhubungan secara timbal balik.
3. Hubungan yang bersifat timbal balik tersebut bersifat tetap.
4.
Orientasi motivasional ialah yang menunjuk pada keinginan individu
yang bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi kekecewaan.
5.
Orientasi nilai ialah yang menunjukkan pada standar-standar
normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu (alat dan tujuan) dan
prioritas sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang
berbeda.
6.
4 persyaratan Fungsional yang harus dipenuhi
oleh setiap sistem sosial menurut kerangka A-G-I-L:
A = Adaptation (adaptasi) yang menunjuk kepada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungan. Dalam hal ini adalah menyesuaikan system apa yang ada dalam lingkungan tersebut.
G = Goal Attainment, merupakan persyaratan fungsional yang muncul dari pandangan setiap orang bahwa tindakan itu diharapkan diarahkan pada tujuannya./dan dimana masyarakat ada tujuan yang saling berjalan bersama yaitu dengan mengedepankan kepentingan/tujuan masyarakat dan bukan mengepentingkan golongan saja.
I = Integration (integrasi) merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota dalam suatu sistem sosial.
L = Latent Pattern Maintenance, konsep Latent menunjuk pada berhentinya interaksi/hubungan dengan lingkungan sosial.
A = Adaptation (adaptasi) yang menunjuk kepada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungan. Dalam hal ini adalah menyesuaikan system apa yang ada dalam lingkungan tersebut.
G = Goal Attainment, merupakan persyaratan fungsional yang muncul dari pandangan setiap orang bahwa tindakan itu diharapkan diarahkan pada tujuannya./dan dimana masyarakat ada tujuan yang saling berjalan bersama yaitu dengan mengedepankan kepentingan/tujuan masyarakat dan bukan mengepentingkan golongan saja.
I = Integration (integrasi) merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota dalam suatu sistem sosial.
L = Latent Pattern Maintenance, konsep Latent menunjuk pada berhentinya interaksi/hubungan dengan lingkungan sosial.
7.
7
anggapan dasar dari structural fungsional approach:
1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
2. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik.
3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cendrung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis.
4. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka yang panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi.
5. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara graduil (perlahan-lahan) melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner.
6. Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam kemungkinan:
a. Penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra systemic change).
b. Pertumbuhan melalui proses differensiasi strukturil dan fungsionil.
c. Penemuan-penemuan baru oleh anggota masyarakat.
7. Faktor yang paling penting memiliki daya mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah konsensus daripada para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
2. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik.
3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cendrung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis.
4. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka yang panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi.
5. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara graduil (perlahan-lahan) melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner.
6. Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam kemungkinan:
a. Penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra systemic change).
b. Pertumbuhan melalui proses differensiasi strukturil dan fungsionil.
c. Penemuan-penemuan baru oleh anggota masyarakat.
7. Faktor yang paling penting memiliki daya mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah konsensus daripada para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
8.
4
anggapan dasar dari konflik approach:
1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir atau dengan kata lain perubahan sosial merupaka gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.
2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya atau dengan kata lain konflik adalah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.
3. Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubanah sosial.
4. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang-orang yang lain.
1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir atau dengan kata lain perubahan sosial merupaka gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.
2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya atau dengan kata lain konflik adalah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.
3. Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubanah sosial.
4. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang-orang yang lain.
9.
Masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri atas
dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama
lain di dalam suatu kesatuan politik.
10.
6
sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk menurut Pierre L.Van dan Berghe:
1. Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer.
3. Kurang mengembagkan konsensus daripada anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4. Secara relatif sering kali mengalami konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lain.
5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
1. Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer.
3. Kurang mengembagkan konsensus daripada anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4. Secara relatif sering kali mengalami konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lain.
5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
11.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab
pluralitas masyarakat Indonesia:
• Keadaan Geografis yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih 3.000 pulau yang terserak disuatu daerah equator sepanjang kurang lebih 3.000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1.000 mil dari Utara ke Selatan.
• Indonesia terletak diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia.
• Keadaan Geografis yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih 3.000 pulau yang terserak disuatu daerah equator sepanjang kurang lebih 3.000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1.000 mil dari Utara ke Selatan.
• Indonesia terletak diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia.
12.
Ciri
umum yang melekat pada Ethnic Group di Indonesia:
1. Terdapatnya kesatuan bahasa atau paling tidak logat.
2. Terdapatnya kesamaan tata cara, adat istiadat, sikap dan ukuran-ukuran yang diperoleh secara turun temurun.
3. Keadaan atau kesatuan wilayah yang ditempati atau paling tidak mereka merasa mempunyai wilayah asal yang sama.
4. Persamaan kesamaan atau kesatuan keturunan, baik secara sesungguhnya ataupun hanya dugaan-dugaan yang berdasarkan mitos-mitos yang ada pada ethnic tersebut.
1. Terdapatnya kesatuan bahasa atau paling tidak logat.
2. Terdapatnya kesamaan tata cara, adat istiadat, sikap dan ukuran-ukuran yang diperoleh secara turun temurun.
3. Keadaan atau kesatuan wilayah yang ditempati atau paling tidak mereka merasa mempunyai wilayah asal yang sama.
4. Persamaan kesamaan atau kesatuan keturunan, baik secara sesungguhnya ataupun hanya dugaan-dugaan yang berdasarkan mitos-mitos yang ada pada ethnic tersebut.
13.
Hakekat hubungan manusia dengan alam,
mengandung bahwa:
1. Tunduk kepada kodrat alam, dengan bergantung kepada anugerah alam, tanpa menganggapnya sebagai perbuatan yang bernilai tinggi.
2. Mencari keserasian dengan alam, dengan menyesuaikan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan kodrat alam, sebagai perbuatan yang bernilai baik.
3. Menguasai alam, dengan berdaya upaya dengan segala kemampuan untuk memanfaatkan atau menaklukkan potensi alam, bagi keperluan manusia sebagai hal yang bernilai tinggi.
1. Tunduk kepada kodrat alam, dengan bergantung kepada anugerah alam, tanpa menganggapnya sebagai perbuatan yang bernilai tinggi.
2. Mencari keserasian dengan alam, dengan menyesuaikan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan kodrat alam, sebagai perbuatan yang bernilai baik.
3. Menguasai alam, dengan berdaya upaya dengan segala kemampuan untuk memanfaatkan atau menaklukkan potensi alam, bagi keperluan manusia sebagai hal yang bernilai tinggi.
14.
Menurut R. William. Liddle masalah integrasi
nasional mencakup dua dimensi yaitu:
1. Dimensi horisontal, berupa masalah oleh karena adanya perbedaan suku, ras, agama, aliran dsb.
2. Dimensi vertikal, berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah (gap) antara golongan elit nasional yang sangat kecil jumlahnya dengan mayoritas terbesar rakyat biasa (massa).
1. Dimensi horisontal, berupa masalah oleh karena adanya perbedaan suku, ras, agama, aliran dsb.
2. Dimensi vertikal, berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah (gap) antara golongan elit nasional yang sangat kecil jumlahnya dengan mayoritas terbesar rakyat biasa (massa).
15. sebagai
empat persyaratan fungsioanal dalam semua sistem sosial yang dikembangkan.
1. Adaptation menunjuk
kepada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi
lingkungannya yang bersifat transformasi aktif dari situasi yang pada umumnya
segi-segi situasi yang dapat di manipulasi sebagai alat untuk mencapai tujuan
dan inflexible suatu kondisi yang tidak dapat ataupun sukar diubah.
2. Goal
Attainment merupakan persyaratan fungsional yang berasumsi
bahewa tindakan itu selalu diarahkan pada tujuannya, terutama pada tujuan
bersama para anggota dalam suatu sitem sosial.
3. Integration merupakan
persyaratan yang berhubungan dengan interelasi anytara para anggota dalam
suatu sistem sosial.
4. Latent
Pattern Maintenance menunjukkan pada berhentinya interaksi, baik
itu karena letih maupun jenuh, serta tunduk pada sistem sosial di mana dia
berbeda.
Keempat persyaratan fungsional tersebut
dipandang Parsons sebagai suatu keseluruhan yang juga terlibat dalam saling
tukar antar lingkungan. Lingkungan sistem sosial terdiri atas lingkungan fisik,
sisitem kepribadian, sisitem budaya dan organisme perilaku. Pendekatan
Fungsionalisme Struktural sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Parsons dan
para pengikutnya, dapat kita kaji melalui sejumlah anggapan dasar mereka
sebagai berikut:
a) Masyarakat haruslah dilihat sebagai
suatu sistem dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
b) Dengan demikian, hubungan pengaruh
saling mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan
timbal balik.
c) Sekalipun imtegrasi sosial tidak
pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial
selalu cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis,
menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan kecenderungan
memelihara agar perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sistem, sebagai
akibatnya hanya akan mencapai derajat yang minimal.
d) Sekalipun disfungsi, ketegangan dan
penyimpangan senatiasa terjadi juga. Akan tetapi, di dalam jangka panjang
keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui
penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekalipun
integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai,
tetapi setiap sistem sosial akan senantiasa berproses ke arah itu.
e) Perubahan di dalam sistem sosial
pada umumnya terjadi secara gradual melalui penyesuaian, dan idak berkangsung
secara revolusioner. Perubahan yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya
mengenai bentuk luarnya saja, sedangakan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi
bangunan dasarnya tidak seberapa mengalami perubahan.
16.
FUNGSI SISTEM SOSIAL
Menurut ANkie M.M. Hoogvelt,
ada 4 fungsi sistem sosial:
1. Fungsi Adaptation (Adaptasi)
Sistem
sosial harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi.
2. Fungsi Goal Attainment (Pencapaian
Tujuan Yang Diharapkan)
Tujuan
individu harus menyesuaikan dengan tujuan sosial yang lebih besar agar tidak
bertentangan dengan tujuan-tujuan lingkungan sosial.
3. Fungsi Integration
(Integrasi/Kebersamaan)
Menunjukkan
adanya solidaritas sosial dari bagian-bagian yang membentuknya serta
berperannya masing-masing unsure tersebut sesuai dengan posisinya. Integrasi
hanya bias terwujud jika semua unsure yang membentuk sistem tersebut saling
menyesuaikan.
4. Fungsi Latent Pattern Maintance
(Pemeliharaan Pola Latent).
17.
Menurut
Talcott Parson masyarakat sebagai sistem sosial terbagai atas beberapa
bagian/kesatuan yaitu :
1. Tindakan Manusia, terbagi atas 2 bagian utama yaitu :
A. Orientasi Motivational
1. Dimensi kognitif
N2. Dimensi karateristik
3. Dimensi evaluasional
B. Orientasi Nilai
1. Dimensi kognitif
2. Dimensi apresiatif
3. Dimensi moral
1. Tindakan Manusia, terbagi atas 2 bagian utama yaitu :
A. Orientasi Motivational
1. Dimensi kognitif
N2. Dimensi karateristik
3. Dimensi evaluasional
B. Orientasi Nilai
1. Dimensi kognitif
2. Dimensi apresiatif
3. Dimensi moral
Berdasarkan pembagian masyarakat
sebagai sistem sosial di atas, menurut Talcott Parson dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Ø
Orientasi Motivational yaitu segala sesuatu dalam masyarakat baikÄ
individu maupun kelompok yang menyangkut kepuasan jangka panjang dan kepuasan
jangka pendek, atau dengan kata lain ada tujuan utama yang ingin diperoleh
dimana tujuan tersebut dapat memperbesar kepuasan dan memperkecil kekecewaan.
• Contoh :
- kepuasan jangka pendek : “ seseorang yang telah selesai bermain bola selama kurang lebih 45 menit akan merasakan capek dan haus, untuk menghilangkan rasa hausnya ia meminum segelas air. Pada saat itulah ketika ia meminum air maka kepuasan jangka pendeknya terpenuhi untuk beberapa saat”.
- kepuasan jangka panjang : “ seseorang yang telah menikah dan kawin dengan wanita pujaan hatinya akan merasakan kepuasan jangka panjangnya karena dengan menikahi wanita tersebut maka keinginannya selama ini untuk memiliki wanita tersebut seumur hidupnya telah terpenuhi”.
Di dalam orientasi motivational ini terbagi lagi atas 3 bagian dimensi yaitu dimensi kognitif, dimensi karateristik, dan dimensi evaluasional.
• Contoh :
- kepuasan jangka pendek : “ seseorang yang telah selesai bermain bola selama kurang lebih 45 menit akan merasakan capek dan haus, untuk menghilangkan rasa hausnya ia meminum segelas air. Pada saat itulah ketika ia meminum air maka kepuasan jangka pendeknya terpenuhi untuk beberapa saat”.
- kepuasan jangka panjang : “ seseorang yang telah menikah dan kawin dengan wanita pujaan hatinya akan merasakan kepuasan jangka panjangnya karena dengan menikahi wanita tersebut maka keinginannya selama ini untuk memiliki wanita tersebut seumur hidupnya telah terpenuhi”.
Di dalam orientasi motivational ini terbagi lagi atas 3 bagian dimensi yaitu dimensi kognitif, dimensi karateristik, dan dimensi evaluasional.
A.
Dimensi Kognitif yaitu dapat diartikan sebagai pemahaman
terhadap sesuatu.Ø
Contoh : “Kita ingin menikah, dalam hal ini kita harus memiliki dimensi kognitif yang harus kita gunakan untuk memahami sebuah arti pernikahan yang akan kita lakukan. Dimana di dalam sebuah pernikahan itu harus ada rasa saling memahami (latar belakang sosial, budaya dan ekonomi) antara satu sama lain sebelum menuju ketahap pernikahan”. Pernikahan yang diinginkan tersebut dapat terjadi jika kita memahami arti dari dimensi kognitif yang intinya harus ada rasa saling memahami.
Contoh : “Kita ingin menikah, dalam hal ini kita harus memiliki dimensi kognitif yang harus kita gunakan untuk memahami sebuah arti pernikahan yang akan kita lakukan. Dimana di dalam sebuah pernikahan itu harus ada rasa saling memahami (latar belakang sosial, budaya dan ekonomi) antara satu sama lain sebelum menuju ketahap pernikahan”. Pernikahan yang diinginkan tersebut dapat terjadi jika kita memahami arti dari dimensi kognitif yang intinya harus ada rasa saling memahami.
B.
Dimensi Karateristik yaitu berupa tindakan atau reaksi terhadap
orangØ lain yang bersifat emosional dan dapat
berupa reaksi positif dan negatif.
Contoh : “Jika seseorang ingin menikah sebaiknya antara keduanya harus mengetahui karakter dari masing-masing (pasangannya) sehingga tidak ada penyesalan dikemudian hari, dimana dalam proses saling memahami tersebut jangan ada kejelakan-kejelekan dari keduanya yang disembunyikan. Hubungan yang dijalin selama dalam proses pra-nikah tersebut akan berakhir pada satu tujuan yaitu nikah (dalam arti positif) dan kandas (dalam arti negatif).
Contoh : “Jika seseorang ingin menikah sebaiknya antara keduanya harus mengetahui karakter dari masing-masing (pasangannya) sehingga tidak ada penyesalan dikemudian hari, dimana dalam proses saling memahami tersebut jangan ada kejelakan-kejelekan dari keduanya yang disembunyikan. Hubungan yang dijalin selama dalam proses pra-nikah tersebut akan berakhir pada satu tujuan yaitu nikah (dalam arti positif) dan kandas (dalam arti negatif).
C.
Dimensi Evaluasional yaitu menyangkut atau terkait dalam dimensiØ
kognitif dan dimensi karateristik, sehingga dalam dimensi ini pengetahuan itu
sangatlah mutlak.
Contoh : “Dalam hal pernikahan, pengetahuan yang kita miliki harus digunakan sebaik mungkin untuk memahami (dimensi kognitif) dan mengetahui karakter (dimensi karateristik) pasangan kita, sehingga setelah kita menggunakan pengetahuan yang dimiliki, kita dapat mengambil tindakan/sikap (positif/negatif) dari apa yang telah kita ketahui dari pasangan kita.
Contoh : “Dalam hal pernikahan, pengetahuan yang kita miliki harus digunakan sebaik mungkin untuk memahami (dimensi kognitif) dan mengetahui karakter (dimensi karateristik) pasangan kita, sehingga setelah kita menggunakan pengetahuan yang dimiliki, kita dapat mengambil tindakan/sikap (positif/negatif) dari apa yang telah kita ketahui dari pasangan kita.
Ø
Orientasi Nilai yaitu merujuk pada standar-standar normatif,
berupaÄ fikiran-fikiran yang dapat mempengaruhi pola
hidup seseorang.
• Contoh : Strata perkawinan, dalam hal ini kita melihat sistem kasta yang digunakan di India, dimana kaum brahmana (orang ningrat) tidak diperbolehkan menikah dengan kaum paria (orang miskin) apa pun alasannya, begitu pula sebaliknya, atau dengan kata lain setiap orang yang ingin menikah haruslah menikah dengan orang-orang se-kastanya tidak pada kasta yang di atas maupun di yang bawahnya.
Di dalam orientasi nilai ini Parson membaginya lagi menjadi 3 bagian dimensi yaitu : dimensi kognitif, dimensi apresiatif, dan dimensi moral.
• Contoh : Strata perkawinan, dalam hal ini kita melihat sistem kasta yang digunakan di India, dimana kaum brahmana (orang ningrat) tidak diperbolehkan menikah dengan kaum paria (orang miskin) apa pun alasannya, begitu pula sebaliknya, atau dengan kata lain setiap orang yang ingin menikah haruslah menikah dengan orang-orang se-kastanya tidak pada kasta yang di atas maupun di yang bawahnya.
Di dalam orientasi nilai ini Parson membaginya lagi menjadi 3 bagian dimensi yaitu : dimensi kognitif, dimensi apresiatif, dan dimensi moral.
A.
Dimensi Kognitif yaitu standar-standar normatif yang ada
digunakan untuk menolak dan menerima seseorang.Ø
Contoh : Ketika Pak Rahman diundang untuk datang membersihkan mesjid di dekat perumahannya secara bergotong-royong bersama-sama dengan warga yang lain, ia menolak untuk hadir dengan alasan tertentu, namun dengan ketidakhadirannya di mesjid tersebut bukan berarti menghalangi niatnya untuk tidak ikut ambil bagian secara langsung membersihkan mesjid, dengan penuh rasa bertanggung jawab atas undangan yang ditujukan kepadanya untuk membersihkan mesjid biarpun tidak secara langsung, ia lakukan dengan cara memanggil seorang tukang becak untuk menggantikannya membersihkan mesjid atas namanya dan kemudian memberikan uang kepada tukang becak tersebut sebagai ganti atas tidak beroprasinya selama menggantikan pak Rahman membersihkan mesjid. Dalam hal ini penolakan yang dilakukan oleh pak Rahman didasarkan pada standar-standar normatif yang sesuai dimana antara pihak pak Rahman dan pihak tukang becak tidak ada yang dirugikan, malahan tukang becak terbantukan dengan mendapat uang dari membantu menggantikan pak Rahman di mesjid plus dapat makanan gratis dari mesjid setelah membersihkan mesjid bersama-sama dengan warga yang lain.
Contoh : Ketika Pak Rahman diundang untuk datang membersihkan mesjid di dekat perumahannya secara bergotong-royong bersama-sama dengan warga yang lain, ia menolak untuk hadir dengan alasan tertentu, namun dengan ketidakhadirannya di mesjid tersebut bukan berarti menghalangi niatnya untuk tidak ikut ambil bagian secara langsung membersihkan mesjid, dengan penuh rasa bertanggung jawab atas undangan yang ditujukan kepadanya untuk membersihkan mesjid biarpun tidak secara langsung, ia lakukan dengan cara memanggil seorang tukang becak untuk menggantikannya membersihkan mesjid atas namanya dan kemudian memberikan uang kepada tukang becak tersebut sebagai ganti atas tidak beroprasinya selama menggantikan pak Rahman membersihkan mesjid. Dalam hal ini penolakan yang dilakukan oleh pak Rahman didasarkan pada standar-standar normatif yang sesuai dimana antara pihak pak Rahman dan pihak tukang becak tidak ada yang dirugikan, malahan tukang becak terbantukan dengan mendapat uang dari membantu menggantikan pak Rahman di mesjid plus dapat makanan gratis dari mesjid setelah membersihkan mesjid bersama-sama dengan warga yang lain.
B.
Dimensi Apresiasi yaitu berupa penilaian yang diberikan seseorang
terhadap orang lain (positif/negatif).Ø
Contoh : Ketika seseorang membantu orang lain yang membutuhkan bantuan misalnya dalam hal finansial, setelah membantu orang tersebut maka secara otomatis si penerima bantuan tersebut akan memberikan apresiasi (penilaian) yang positif kepada si pemberi bantuan karena telah membantunya mengurangi bebannya, namun di sisi lain, akan ada orang lain yang akan memberikan apresiasi negatif karena ia berfikir bahwa si pemberi bantuan membantu karena ada hal-hal tertentu yang ia inginkan dari si penerima bantuan.
Contoh : Ketika seseorang membantu orang lain yang membutuhkan bantuan misalnya dalam hal finansial, setelah membantu orang tersebut maka secara otomatis si penerima bantuan tersebut akan memberikan apresiasi (penilaian) yang positif kepada si pemberi bantuan karena telah membantunya mengurangi bebannya, namun di sisi lain, akan ada orang lain yang akan memberikan apresiasi negatif karena ia berfikir bahwa si pemberi bantuan membantu karena ada hal-hal tertentu yang ia inginkan dari si penerima bantuan.
C.
Dimensi
Moral yaitu berupa sikap atau tindakan seseorang terhadap orang lain yang
didasarkan atas perilaku-perilaku moral.Ø
Contoh : Ketika kita berbicara dengan orang yang lebih tua dari kita misalnya Ibu/bapak maka kita sebagai orang yang paling muda dari mereka akan berbicara secara sopan, baik, dan penuh dengan rasa menghormati agar tidak terjadi rasa ketersinggungan dari mereka. Berbeda ketika kita berbicara dengan orang yang setara dengan kita, dalam berbicara biasanya kita menggunakan kata-kata yang tidak terlalu formal dan tidak terlalu sopan namun dalam batasan-batasan yang wajar.
Contoh : Ketika kita berbicara dengan orang yang lebih tua dari kita misalnya Ibu/bapak maka kita sebagai orang yang paling muda dari mereka akan berbicara secara sopan, baik, dan penuh dengan rasa menghormati agar tidak terjadi rasa ketersinggungan dari mereka. Berbeda ketika kita berbicara dengan orang yang setara dengan kita, dalam berbicara biasanya kita menggunakan kata-kata yang tidak terlalu formal dan tidak terlalu sopan namun dalam batasan-batasan yang wajar.
Orientasi
Subyektiv dalam Hubungan Sosial: Variabel - Variabel Berpola Teori Parsons
yang umum sifatnya (general theory) mengenai tindakan sosial meneknkan
orientasi subyektiv yang mengendalikan pilihan -pilihan individu. Prinsip dasar
ini menurut parsons bersift universal dan mengendalika semua tipe
perilaku manusia, tanpa memandang konteks sosial budaya tertentu.
Urutan
yang terdapat dalam buku Toward A General Theory of Action:
1.
Afektivitas versus netralitas efektif.
2.
Orientasi-diri (self-orientasi) versus orientasi kolektiitas.
3.
Universalisme versus partikularisme.
4.
Askripsi versus prestasi (achieverment).
5.
Spesifitas versus kekaburan (diffuseness).
a.
Afektivitas versus Netralitas Afektif
Ini merupaka
dilema apakah mencari atau mengharapkan kepuasan emosional dari orang lain atau
tidak, dalam suatu situasi sosial. Pilihan yang jatuh ke afektifitas
akan berarti bahwa orang-orang yang terlibat itu akan berhubungan satu sama
lain secara emosional (senang satu sama lain) dan saling memberikan kepuaan
secara langsung.
b.
Orientasi-diri verus orientasi kolektif
Orientasi –diri
akan berarti bahwa kepentingan prtbadi orang itu sendirilah yang mendaat
prioritas, sedangkan orientasi kolektif akan berarti bahwa kepentingan orang
lain atau kolektivitas secara keseluruhan yang harus diprioritaskan.
c.
Universalisme versus partikularisme
Pola
universalistik mencakup standar-standar yang di dasarkan pada suatu hubungan
tertentu (particular) diantara mereka yang berinteraksi atau didasarkan
pada sifat-sifat tertentu yang terdapat pada kedua pihak.
d.
Askripsi versus prestasi
Orang lain
dapat dilihat dan di nilai menurut siapa mereka dan apa
yang mereka buat .dalam askripsi, orang lain diperlakukan menurut mutu
atau sifatnya yang khusus, yang membatasi keterlibatannya dalaqm suatu hubungan
sosial.
e.
Spesifitas versus kekaburan
Pada
dasarnya, variabel ini berhubungan dfengan ruang lingkup keterlibatan seseorang
dengan orang lainnya. Toennies menghubungkan
antara variabel-vriabel pola pembeda dengan tipe
hubungan sosial gemeinschaft dan gesellschaft,
atau dilihat sebagai dimensi yang mendasar dalam tipologi Toennies
Variabel-variabel itu dihubungkan
dengan dikotomi Toennies, susunannya dapatdilihat
sebagai berikut;
Gemeinschf Gesellschaf
Afektivitas Netralitas
afektif
Orientas
kolektif Orientasi-diri
Partikularisme Universalisme
Askripsi prestasi
Kekaburan Spesifitas
Variabel-variabel
yang berpopola untuk mengidentifikasi orientas motivasional individu
menghasilkan tipologi pengelompokan kebutuhan (need disposition)
berikut ini : pemuasan segmental adalah kebutuhan akan pemuasan
tertentu, tanpa mncampurkannya dengan perasaan cinta pada orang lain yang
malayani pemuasan itu. Dengan kata lain, kita perlu mencin tai mereka yang kita
hormati.
0 komentar:
Posting Komentar