Perbedaan Masa Pemerintahan
Orde Baru,Orde Lama Dan Orde Revormasi
- Masa Orde Baru (1966-1998)
Orde
baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada
tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan perikehidupan
yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat,
dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai suatu
masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang kehidupan. Orde Baru bertekad
untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru
ingin mengadakan ‘koreksi total’ terhadap sistem pemerintahan Orde Lama.
Pada
tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada
Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu
guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk
menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966,
dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya
dan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia serta mengamankan beberapa
menteri yang terindikasi terkait kasus PKI. (Erman Muchjidin, 1986:58-59).
Orde
Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada tahun 1968, MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian
dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan 1998.
Di
dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan Negara
Republik Indonesia pada era Orde baru, antara lain sebagai berikut :
- Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara
Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk
di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan
tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
- Sistem Pemerintahan Presidensiil
Sistem
pemerintahan pada orde baru adalah presidensiil karena kepala negara sekaligus
sebagai kepala pemerintah dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada
presiden. Tetapi dalam kenyataan, kedudukan presiden terlalu kuat. Presiden
mengendalikan peranan paling kuat dalam pemerintahan.
- Sistem Konstitusional
Pemerintahan
berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan
cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi,
dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk
konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, dan sebagainya. Diadakan tata urutan terhadap peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan pada TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 urutannya adalah
sebagai berikut :
- UUD 1945
- Ketetapan MPR
- UU
- Peraturan Pemerintah
- Kepres
- Peraturan pelaksana lainnya, misalnya Keputusan Menteri, Instruksi Menteri, Instruksi Presiden dan Peraturan Daerah. (Erman Muchjidin,1986:70-71).
- Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kedaulatan
rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
- Menetapkan Undang-Undang Dasar,
- Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
- Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).
Majelis
inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh
Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab
kepada Majelis. Presiden adalah “mandataris” dari Majelis yang berkewajiban
menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
- Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD
Dalam
menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan
Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga
dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa
Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
- Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan
Presiden dengan DPR adalah sejajar. Dalam hal pembentukan undang-undang dan
menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu,
Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak
dapat membubarkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak
dapat menjatuhkan Presiden.
- Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden
memilih, mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri
itu tidak bertanggung jawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari
Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu
presiden.
- Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun
kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia
“diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada
MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR
berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR
juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang
istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap
sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
- Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian menggunakan sistem
multipartai, tetapi hanya ada 3 partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Secara
faktual hanya ada 1 partai yang memegang kendali yaitu partai Golkar dibawah
pimpinan Presiden Soeharto.
- Masa Reformasi (1998-sekarang)
Munculnya
Era Reformasi ini menyusul jatuhnya pemerintah Orde Baru tahun 1998. Krisis
finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto
saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan
berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas
hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar
negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Mundurnya
Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya
tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa
Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih
belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering
disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Dalam
kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
- Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Undang-Undang
Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat
dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
- Negara Indonesia adalah negara Hukum.
Tercantum
di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak
asasi mansuia dan prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman
yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat.
(Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2
ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1
UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
- Sistem Konstitusional
Sistem
Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check
and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara
dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing
lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara
dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap
lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and
balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh
undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah,
semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas
dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu
perubahan dari “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”,
menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan
berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar
oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan
wewenangnya dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat,
dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur
oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk
menentukan Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.
Pada
era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan
sebanyak dua kali, yaitu :
- Menurut TAP MPR III Tahun 2000:
- UUD 1945
- TAP MPR
- UU
- PERPU
- PP
- Keputusan Presiden
- Peraturan Daerah
- Menurut UU No. 10 Tahun 2004:
- UUD 1945
- UU/PERPU
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Peraturan Daerah
3. Sistem Pemerintahan, Sistem ini
tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem
presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan
tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden
hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan
melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk
memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran
hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang
Dasar.
4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri
dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan
Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut :
§ Mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
§ Melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
§ Dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
5. Presiden ialah penyelenggara
pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD.Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat
(1) dan ayat (2). Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala
pemerintahan. Pada awal reformasi Presiden dan wakil presiden dipilih dan
diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan
Megawati Soekarnoputri untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan
amandemen ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan wakil presiden akan dipilih
secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
6. Presiden
tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan memperhatikan pasal-pasal
tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan
Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara
republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial.
7. Menteri
negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan,
pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).
8. Kekuasaan
Kepala Negara tidak tak terbatas. Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh
undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya
(Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket,
dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan
pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
9. Sistem
Kepartaian
Sistem
kepartaian menggunakan sistem multipartai.
Read more:
0 komentar:
Posting Komentar